(MAKALAH) KASUS PELANGGARAN KODE ETIK PUBLIC RELATIONS (PR) DAN ANALISA


KASUS PELANGGARAN KODE ETIK PUBLIC RELATION
LUMPUR LAPINDO DI SIDOARJO JAWA TIMUR


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada 29 Mei 2006, pada pagi hari sesaat setelah semburan, Lapindo Inc. menggelar press-conference. Dinyatakan bahwa terdapat kebocoran gas dari bumi dan masih diinvestigasi. Pada sore hari, beberapa jam setelah kejadian, Radio Suara Surabaya menyiarkan pernyataan Dias Roychan (Community Development Coordinator Lapindo Brantas Inc.) bahwa telah terjadi force majeur yang dipicu oleh gempa bumi menyebabkan patahan di dalam bumi dan menciptakan lubang di luar sumur BJP-1.
Belajar dari fenomena tersebut, kita dapat mencari tahu dan menganalisis peran serta seorang Public Relations dalam menangani suatu permasalahan perusahaan yang mana tindakan seorang PR harus senantiasa berpegang teguh pada prinsip dasar dan kode etik seorang PR tersendiri. Di dalam pembahasan ini kita akan mengupas tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh seorang PR dalam tindakannya serta bagaimana seharusnya seorang PR bersikap. Fenomena Lumpur Lapindo ini menjadi sangat menarik karena terdapat banyak elemen yang bertentangan dan pro terhadap perusahaan, terutama dengan kebijakan perusahaan dan pemerintah. Elemen masyarakat tetap meyalahkan perusahaan seiring dengan kesembarangannya dalam mengebor, perusahaan tetap mengklaim bahwa hal ini disebabkan oleh bencana alam dan pemerintah juga menyatakan demikian. Berbagai polemik pro kontra antar elemen terus terjadi, dan hal ini hanya karena press release yang disampaikan oleh seorang PR perusahaan tersebut.
Sebagai profesi yang memiliki kode etik dan prinsip dasar, seorang Public Relations harus selalu menjaga netralitas dan kebebasannya dalam segala tindak-tanduknya. Profesi PR adalah profesi terhormat dan memiliki independensi yang tidak harus selalu mengangguk pada atasan. Bagaimana cara dan seharusnya seorang Public Relations bertindak benar? kelompok kami akan mengupas secara tuntas pada pembahasan ini.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Penjelasan Kasus Kode Etik yang Dilanggar 
Lapindo Brantas, Inc (LBI) sendiri merupakan salah satu usaha yang bergerak di bidang eksplorasi dan produksi migas di Indonesia yang beroperasi melalui skema Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di blok Brantas, Jawa Timur. Lapindo melakukan eksplorasi secara komersil di 2 wilayah kerja di darat dan 3 wilayah kerja lepas pantai dan saat ini total luas wilayah kerja Blok Brantas secara keseluruhan adalah 3.042km2. Sementara komposisi jumlah Penyertaan Saham (Participating Interest) perusahaan terdiri dari Lapindo Brantas Inc. (Bakrie Group) sebagai operator sebesar 50%, PT Prakarsa Brantas sebesar 32% dan Minarak Labuan Co. Ltd (MLC) sebesar 18%. Dari kepemilikan sebelumnya, walaupun perizinan usaha Lapindo terdaftar berdasarkan hukum negara bagian Delaware di Amerika Serikat, namun saat ini 100% sahamnya dimiliki oleh pengusaha nasional.
Pada kasus yang terjadi ini, PT Lapindo Brantas yang menyewa praktisi Public Relation untuk memberikan dan menyebarkan informasi mengenai semburan lumpur yang berada di Dusun Balongnongo, Desa Renokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Pada tanggal 29 Mei 2006 lumpur panas menyembur dari dalam tanah yang berdekatan dengan sumur Banjar Panji milik PT Lapindo Brantas. Semburan lumpur yang terus menerus keluar dan belum bisa tertangani ini telah menutup kawasan pemukiman penduduk, area pesawahan, puluhan pabrik dan perindustrian di tiga kecamatan di sekitarnya, serta memengaruhi aktivitas perekonomian di Jawa Timur. Dalam kasus semburan lumpur ini, pihak dari PT. Lapindo Brantas membantah bahwa semburan lumpu tersebut bukan dari pengeboran yang dilakukan oleh pihak PT. Lapindo Brantas tetapi semburan lumpur tersebut diakibatkan dari gempa bumi yang berasal dari Yogyakarta. PT. Lapindo Brantas pun menyewa perusahaan Public Relation untuk melakukan klarifikasi atas kasus yang terjadi dan mengundang beberapa para ahli geologi untuk meneliti apa yang menyebabkan semburan lumpur bisa itu terjadi. Public Relation dari Lapindo dan beberapa para ahli geologi mengumumkan hasilnya bahwa yang terjadi pada semburan lumpur tersebut merupakan dari bencana alam bukan dari human error dari pihak PT Lapindo Brantas. Cara tersebut dilakukan oleh pihak PT Lapindo Brantas agar pertanggung jawaban ganti rugi dilimpahkan oleh pemerintah bukan dari PT. Lapindo Brantas itu sendiri. Dan selain dari pernyataan dari pihak Public Relation Lapindo brantas dan beberapa ahli geologi, PT. Lapindo Brantas juga didukung oleh media penyiaran yang dimiliki oleh Bakrie Group seperti ANTV dan TV One. Tetapi disisi lain, ada seorang ahli geologi yang terlibat dalam konferensi yang bernama Richard Davies, ia menyatakan bahwa semburan lumpur tersebut adalah sebuah mud volcano yang merupakan hasil remobilisasi sedimentasi laut jutaan tahun lalu adalah tidak benar dan Richard Davies menyatakan bahwa lumpur tersebut disebabkan oleh salahnya letak operasi pemboran yang dilakukan oleh PT Lapindo.
Berdasarkan kasus yang dialami oleh PT Lapindo Brantas, sikap seorang Public Relation PT Lapindo Brantas tidak sesuai dengan etika Public Relation dan melanggar kode etik yang harus dianut oleh seorang Pubic Relation sebagai mana mestinya. Seperti yang kita ketahui bahwa Public Relation menurut Cutlip, Scott M., et. Al (2009:6) dalam bukunya Effective Public Relations, definisi Public Relations (PR) merupakan fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan yang baik dan bermanfaat antara organisasi dengan publik yang mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi tersebut.

Kode etik Public Relations menurut Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia yaitu :
a. Pasal 1: Norma - Norma Perilaku Profesional
Dalam menjalankan kegiatan profesionalnya, seorang anggota wajib menghargai kepentingan umum dan menjaga harga diri setiap anggota masyarakat. Menjadi tanggung jawab pribadinya untuk bersikap adil dan jujur terhadap klien, baik yang mantan maupun yang sekarang, dan terhadap sesama anggota asosiasi, anggota media komunikasi serta masyarakat luas.
b. Pasal 2: Penyebarluasan Informasi
Seorang anggota tidak akan menyebarluaskan, secara sengaja dan tidak bertanggung jawab, informasi yang palsu atau yang menyesatkan, dan sebaliknya justru akan berusaha sekeras mungkin untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Ia berkewajiban untuk menjaga integritas dan ketepatan informasi.
c. Pasal 3: Media Komunikasi
Seorang anggota tidak akan melaksanakan kegiatan yang dapat merugikan integritas media komunikasi.
d. Pasal 4: Kepentingan yang Tersembunyi
Seorang anggota tidak akan melibatkan dirinya dalam kegiatan apa pun yang secara sengaja bermaksud memecah belah atau menyesatkan, dengan cara seolah-olah ingin memajukan suatu kepentingan tertentu, padahal sebaliknya justru ingin memajukan kepentingan yang lain yang tersembunyi. Seorang anggota berkewajiban untuk menjaga agar kepentingan sejati organisasi yang menjadi mitra kerjanya benar-benar terlaksana secara baik.
e. Pasal 5: Informasi Rahasia
Seorang anggota (kecuali apabila diperintahkan oleh aparat hukum yang berwenang) tidak akan menyampaikan atau memanfaatkan informasi yang diberikan kepadanya, atau yang diperolehnya, secara pribadi dan atas dasar kepercayaan, atau yang bersifat rahasia, dari kliennya, baik di masa lalu, kini atau di masa depan, demi untuk memperoleh keuntungan pribadi atau untuk keuntungan lain tanpa persetujuan jelas dari yang bersangkutan.
f. Pasal 6: Pertentangan Kepentingan
Seorang anggota tidak akan mewakili kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan atau yang saling bersaing, tanpa persetujuan jelas dari pihak - pihak yang bersangkutan, dengan terlebih dahulu mengemukakan fakta-fakta yang terkait.
g. Pasal 7: Sumber-sumber Pembayaran
Dalam memberikan jasa pelayanan kepada kliennya, seorang anggota tidak akan menerima pembayaran, baik tunai atau pun dalam bentuk lain, yang diberikan sehubungan dengan jasa-jasa tersebut, dari sumber manapun, tanpa persetujuan jelas dari kliennya.
h. Pasal 8: Memberitahukan Kepentingan Keuangan
Seorang anggota, yang mempunyai kepentingan keuangan dalam suatu organisasi tidak akan menyarankan klien atau majikannya untuk memakai organisasi tersebut atau pun memanfaatkan jasa - jasa organisasi tersebut, tanpa memberitahukan terlebih dahulu kepentingan keuangan pribadinya yang terdapat dalam organisasi tersebut.
i. Pasal 9: Pembayaran Berdasarkan Hasil Kerja
Seorang anggota tidak akan mengadakan negosiasi atau menyetujui persyaratan dengan calon majikan atau calon klien, berdasarkan pembayaran yang tergantung pada hasil pekerjaan Public Relations tertentu di masa depan.
j. Pasal 10: Menumpang tindih pekerjaan orang lain
Seorang anggota yang mencari pekerjaan atau kegiatan baru dengan cara mendekati langsung atau secara pribadi, calon majikan atau calon langganan yang potensial, akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mengetahui apakah pekerjaan atau kegiatan tersebut sudah dilaksanakan oleh anggota lain. Apabila demikian, maka menjadi kewajibannya untuk memberitahukan anggota tersebut mengenai usaha dan pendekatan yang akan dilakukannya terhadap klien tersebut.
k. Pasal 11: Imbalan kepada Karyawan Kantor Umum
Seorang anggota tidak akan menawarkan atau memberikan imbalan apapun, dengan tujuan untuk menunjukan kepentingan pribadinya (atau kepentingan klien), kepada orang yang menduduki suatu jabatan umum, apabila hal tersebut tidak sesuai dengan kepentingan masyarakat luas.
l. Pasal 12: Mengkaryakan Anggota Parlemen
Seorang anggota yang memperkerjakan seorang anggota parlemen, baik sebagai konsultan ataupun pelaksana, akan memberitahukan kepada Ketua Asosiasi tentang hal tersebut maupun tentang jenis pekerjaan yang bersangkutan. Ketua asosiasiakan mencatat hal tersebut dalam suatu buku catatan yang khusus dibuat untuk keperluan tersebut. Seorang anggota asosisasi yang kebetulan juga menjadi anggota parlemen, wajib memberitahukan atau memberi peluang agar terungkap, kepada kerua, semua keterangan apapun mengenau dirinya.
m. Pasal 13: Mencemarkan anggota-anggota lain.
Seorang anggota tidak akan dengan itikad buruk mencemarkan nama baik atau praktek profesional anggota lain.
n. Pasal 14: Intruksi atau perintah pihak-pihak lain
Seorang anggota yang secara sadar mengakibatkan atau memperbolehkan oang atau organisasi lain untuk bertindak sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan kode etik ini, atau turut secara pribadi ambil bagian dalam kegiatan semacam itu, akan dianggap telah melanggar kode ini.
o. Pasal 15: Nama baik profesi
Seorang anggota tidak akan berperilaku sedemikian rupa sehingga merugikan nama baik asosiasi, atau profesi public relations.
p. Pasal 16: Menjunjung tinggi kode etik
Seorang anggota wajib menjunjung tinggi kode etik ini, dan wajib bekerja sama dengan anggota lain dalam menjunjung tinggi kode etik, serta dalam melaksanakan keputusan-keputusan tentang hal apapun yang timbul sebagai akibat dari diterapkannya keputusan tersebut. Apabila seorang anggota, mempunyai alasan untuk berprasangka bahwa seorang anggota lain terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dapat merusak kode etik ini, maka ia berkewajiban untuk memberitahukan hal tersebut kepada asosiasi. Semua anggota wajib mendukung setiap anggota yang menerapkan dan melakasanakan kode etik ini.
q. Pasal 17: Profesi lain
Dalam bertindak untuk seorang klien atau majikan yang tergabung dalam suatu profesi, seorang anggota akan menghargai kode etik dari profesi tersebut dan secara sadar tidak akan turut dalam kegiatan apapun yang dapat mencemarkan kode etik tersebut.

B. Analisis dengan Undang-undang / Kode Etik yang Terkait
Dari beberapa kode etik Public Relations tersebut, Public Relations PT Lapindo melanggar beberapa kode etik Public Relations diantaranya :
a. Pasal 2 yang menjelaskan tentang peyebarluasan informasi, “Seorang anggota tidak akan menyebarluaskan, secara sengaja dan tidak bertanggung jawab, informasi yang palsu atau yang menyesatkan, dan sebaliknya justru akan berusaha sekeras mungkin untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Ia berkewajiban untuk menjaga integritas dan ketepatan informasi”. Seharusnya PR dari PT lapindo Brantas ini tidak memberikan informasi yang tidak benar kepada publik bahwa lumpur tersebut dikarenakan timbul karena bencana alam bukan karena human erorr.
b. Pasal 3 yang menjelaskan tentang media komunikasi “Seorang anggota tidak akan melaksanakan kegiatan yang dapat merugikan integritas media komunikasi”. Disini PR PT Lapindo Brantas menginformasikan melalui media komunikasi, dan didukung oleh penyiaran media penyiaran televisi milik Bakrie Group untuk memberitakan bahwa berita tersebut disebabkan oleh bencana alam, dan dapat dikatakan juga PT Lapindo Brantas menciptakan opini public sendiri mengenai masalah lumpur lapindo itu agar tidak menjatuhkan citra dari PT Lapindo Brantas.
c. Pasal 15 tentang nama baik profesi “Seorang anggota tidak akan berperilaku sedemikian rupa sehingga merugikan nama baik asosiasi, atau profesi public relations”. PR PT Lapindo Brantas tidak menjaga nama baik profesinya tersebut, seharusnya seorang praktisi Public Relations harus menjunjung kode etik profesinya tersebut dan harus profesional dalam bekerja.




C.Analisis dengan Teori yang Terkait

1. Teori Cultural Studies
Teori ini mengkaji bagaimana sebuah tatanan, dalam hal ini budaya dibangun atau diciptakan dan disebarluaskan. Budaya dalam hal ini dapat dimaknai sebagai pola pikir, perilaku, termasuk material-material yang digunakan dalam aktivitas sehari-hari dan juga sebagai ideologi untuk memaknai pengalaman hidup. Melalui komunikasi, budaya dapat tercipta, diciptakan, dan eksis dalam komunitas atau pelaku budaya tertentu. Disisi lain cara berkomunikasi juga merupakan budaya. Komunikasi berperan besar dalam proses interaksi budaya dalam menyebarkan budaya pada kelompok budaya lain sehingga terjadi transaksi. Proses komunikasi yang mampu menyebar budaya dengan cepat dan luas adalah komunikasi menggunakan media, khususnya media massa. Karena itulah, teori ini banyak menggunakan kajian media massa sebagai unit analisisnya.
Cultural Studies berupaya menginterpretasikan dari keberadaan suatu tatanan atau budaya dengan cara mengkritisi makna atau ideologi apa yang terkandung budaya itu. Siapa pihak yang paling diuntungkan oleh budaya itu dan siapa pihak yang termarginal atau terdominasi. Tujuannya untuk memberikan pencerahan pada masyarakat sehingga dapat memahami dominasi budaya yang terjadi.
Analisis Teori
Dalam Public Relations Curtural Studies mengkaji bagaimana praktik public relation, termasuk teks atau alat atau produk komunikasinya, seperti newslater, pressrelease, dan company profile digunakan sebagai sarana mempresentasikan realitas yang mempromosikan kekuatan-kekuatan tertentu atas pihak lain.
Cultural Studies akan mengevaluasi dampak praktik public relation bagi budaya apa yang dikerjakan public relation bagi khalayaknya, dan bagaimana pengaruh bagi masyarakat demokratis. “Untuk memahami praktik public relations adalah dengan cara memahami distribusi kekuasaan (power) yang ada dalam budaya : siapa yang memiliki kuasa dan siapa yang tidak memiliki kuasa itu.” (Mickey,2003;7)
2. Teori Kritis Frankfurt School
Istilah teori kritis muncul dan diciptakan oleh ilmuwan dari Frankfrut School. Teori kritis inimengadaptasi pemikiran Marxis tentang tahap evolusi, bahwa kapitalisme adalah tahap awal sebelum datangnya sosialisme dan komunisme.
Media massa dianggap telah digunakan untuk mengontrol masyarakat. Isu-isu penting dalam teori kritis ini adalah siapa yang memiliki dan mengontrol media bukan efek media terhadap individu. Teori kritis memfokuskan perhatian pada emansipasi dengan menanyakan : Siapa menang dan siapa yang kalah? Menginvestigasi bagaimana cara media massa meng-alienate-kan individu dan mengkomersialisasikan budaya popular.

Analisis Teori
Dalam praktik public relations : teori kritis menanyakan siapa yang mengonrol aktivitas public relations. Apakah pesan-pesan public relations mengandung upaya mengeksploitasi public dan mendukung dominasi organisasi. Ideologi apa yang sebenarnya ada dalam berbagai kegiatan komunikasi, seperti press-release, newslatter, atau website organisasi.
Tetapi dalam kasus ini, PT Lapindo mengontrol aktivitas public relations dalam kepentingan yang salah. Seharusnya informasi yang diberikan kepada masyarakat melalui seorang public relations berdasarkan realitas fakta dari kasus yang terjadi. Informasi yang disampaikan oleh public relations dibungkus dengan kata-kata yang yang dapat dipahami oleh masyarakat sehingga masyarakat dapat mengerti kasus yang sebenarnya mengapa terjadi tetapi disertai dengan bagaimana seharusnya perusahaan akan bertanggungjawab atas kasus yang telah terjadi.

0 Response to "(MAKALAH) KASUS PELANGGARAN KODE ETIK PUBLIC RELATIONS (PR) DAN ANALISA"

Post a Comment